Sabtu, 16 Juni 2012

Atas Nama Cinta Membangun Rumah Tangga



  • Biasanya ketika bicara masalah membangun rumah tangga maka yang muncul adalah masalah hak dan kewajiban suami isteri
  • Lalu berlaku menuntut hak dan menunaikan kewajiban
  • Setiap ada permasalahan, maka kita akan kembalikan pada definisi mengenai hak dan kewajiban tersebut.
  • Mari kiat lihat kisah berikut peristiwa seorang anak nakal, maka bisa jadi suami akan mengatakan kepada isterinya, "Ini kan kewajiban kamu untuk mendidiknya. Kamu tidak bisa melakukannya dengan baik sehingga anak kita nakal." Sang isteri bisa jadi akan membela diri dengan mengatakan, "Tetapi karena engkau tidak cukup memberikan uang, terpaksa anak kita tidak belajar di sekolah unggulan. Terpaksa aku menyekolahkannya di sekolah yang murah dan tidak bermutu, dampaknya anak kita nakal serta bodoh".
  • Kisah kedua : ketika rumah tampak tidak teratur dan berantakan, seorang suami bisa mengatakan, "Rumah kita berantakan. Engkau tidak menatanya dengan baik. Bukankah ini kewajibanmu?" Sedangkan isteri bisa menjawabnya dengan ungkapan, "Engkau tidak bisa berlaku sebagai pemimpin yang baik. Waktumu habis di luar rumah, sementara engkau juga tidak memberikan kepadaku pembantu rumah tangga".
  • Apabila seluruh masalah senantiasa dikembalikan kepada pembahasan tentang hak dan kewajiban, sesungguhnya tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah itu sendiri.
  • Perhatikan kekakuan dalam dialog berikut ini. Ana menuntut suaminya, Ahmad, untuk berlaku romantis. "Tunjukkan bukti cintamu padaku. Selama ini kau tak pernah merayuku. Selama ini kau tak pernah menyatakan rasa cintamu padaku", kata Ana. "Bukankah aku sudah bekerja mencari nafkah, aku sudah memenuhi semua kebutuhan keluarga kita. Bukankah itu sudah menjadi bukti yang paling kongkrit bahwa aku mencintaimu. Lebih dari itu aku tidak pernah menyeleweng", jawab Ahmad. "Itu tak cukup bagiku. Semestinya suami harus pandai merayu dan mengungkapkan kata-kata mesra kepada isterinya. Kau tak pernah melakukannya", keluh Ana. "Apakah ada kewajiban bagi suami untuk merayu isterinya? Mana dalil yang menyatakan bahwa suami harus merayu isteri?" Ahmad tak kalah ketus menjawab.
  • Pada kesempatan yang lain, Ana merasa kelelahan melakukan semua pekerjaan rumah tangganya. Hingga akhirnya ia tidak mencuci pakaian dan menyeterika hari itu. Besok paginya, saat Ahmad akan berangkat bekerja, ia mendapatkan bajunya belum rapi. "Kenapa engkau tidak menyeterika bajuku? Aku akan bekerja dengan pakaian apa hari ini, sedang baju yang kupakai kemarin juga belum kau cuci", keluh Ahmad. "Aku sangat lelah kemarin, tak sempat menyeterika baju-baju kita. Tidak kah engkau bisa menyeterika sendiri pagi ini? Lihatlah, aku sangat sibuk dengan anak bayi kita ini", jawab Ana. "Tetapi bukankah menyeterika baju ini kewajibanmu? Mengapa tak kau utamakan?" tanya Ahmad. "Kewajibanku? Apakah ada kewajiban isteri untuk mencuci dan menyeterika baju suaminya? Mana dalil yang menyatakan bahwa isteri wajib menyeterika baju suami?" ungkap Ana dengan ketus.
  • Coba anda bayangkan ????????? suasana rumah tangga apabila hanya mengandalkan pembahasan tentang hak dan kewajiban? Kaku, kering, formalistik dan mekanistik. Tidak ada suasana keindahan dan kelembutan.
  • Ada lagi kerangka kultural, biasa terjadi dalam keluarga yang proses pernikahannya terjadi secara tradisional
  • Akan tetapi akan menjadi masalah manakala corak kultural ini dibingkai dalam sebuah konstruksi “agama” yang digunakan sebagai landasan kekuatan untuk memaksakan kehendak. Misalnya seorang suami melarang isterinya aktif dalam partai politik, karena “biasanya” yang aktif di parpol adalah laki-laki, sembari menjastifikasi dengan dalil agama, bahwa hendaknya wanita di dalam rumah saja.
  • Atau suami tidak mau mengerjakan kegiatan kerumahtanggaan seperti memasak, mencucui dan membersihkan rumah karena “biasanya” yang melakukan adalah para isteri, sembari melegitimasi ungkapan itu dengan dalil agama, bahwa wanita bertanggung jawab atas urusan di dalam rumah. Apabila para isteri menerima pembagian peran seperti ini atas dasar keikhlasan tanpa keterpaksaan, tentulah akan berjalan dengan lancar dan tidak akan menimbulkan masalah.
  • Untuk itulah, hendaknya rumah tangga Islam harus mengedepankan suasana kehangatan, keterbukaan, kekompakan, dan kebersamaan di dalamnya.
  • Kerangka cinta, itulah yang diperlukan dalam setiap rumah tangga.  Dengan cinta, seorang suami bisa menunaikan kewajibannya dengan penuh semangat dan pengorbanan.  Dengan cinta seorang suami akan optimal bekerja mencari nafkah, memberikan waktu, tenaga, harta dan perhatian utamanya untuk mengelola keluarga.
  • Dengan cinta seorang isteri bersedia melakukan pekerjaan kerumahtanggaan dengan ringan dan tanpa rasa keterpaksaan. Ia didik anak-anak dengan sepenuh cinta, ia siapkan keperluan suami dengan penuh cinta. Ia mengatur rumah tangga, menata taman, menata ruangan-ruangan dalam rumah, memberikan hiasan, semua dikerjakan dengan cinta. Mereka berinteraksi satu sama lain dengan bahasa cinta.
  • Rumah tangga cinta, itulah sebutan bagi mereka. Suasana yang menyelimuti mereka setiap harinya adalah cinta.
  • Isteri yang tersenyum ceria mengantar kepergian dan menyambut kedatangan suami, bukanlah karena kewajiban, tetapi karena cinta.
  • Seorang suami yang membelai rambut isterinya, mengucapkan kata-kata pujian dan ungkapan kebahagiaan, bukan karena kewajiban, tetapi karena cinta.
  • Isteri yang membantu suami menyiapkan keperluannya, merapikan jas dan dasi suami, menyiapkan tas kerja suami., bukanlah karena kewajiban, tetapi cinta.
  • Anak-anak yang demikian taat dan patuh kepada orang tua, membahagiakan kedua orang tua, bukan dengan bahasa kewajiban tetapi dengan penuh kecintaan.
  • Ayah yang memperhatikan pendidikan anak, membimbing mereka untuk mentaati Allah, mengajari mereka prinsip-prinsip aqidah dan ibadah, membentuknya berakhlaq karimah, semua dengan landasan cinta.
  • Suami yang menegur isterinya karena ada perbuatan yang tidak pantas dilakukan sebagai muslimah, teguran dilakukan bukan karena tengah mengerjakan kewajiban, tetapi tengah mengekspesikan cinta.
  • Isteri yang menyimpan cemburu kepada suami, karena khawatir melakukan penyimpangan dengan wanita lain, lalu ia memberikan peringatan agar suami berhati-hati, adalah ekspresi cinta dari isteri.
  • Rumah tangga dipenuhi cinta, ekspresinya ada pada semua titik interaksi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar