Aku pergi tahlil, kau bilang itu amalan jahil
Aku baca shalawat burdah, kau bilang itu bid'ah
Lalu aku harus bagaimana ?
Aku tawasul dengan baik, kau bilang aku musyrik
Aku ikut majlis zikir, kau bilang aku kafir
Lalu aku harus bagaimana ?
Aku shalat pakai niat, kau bilang aku sesat,
Aku adakan maulid, kau bilang tak ada dalil yang valid
Lalu aku harus bagaimana ?
Aku ziarah, kau bilang aku ngalap berkah
Aku slametan, kau bilang aku pemuja setan
Lalu aku harus bagaimana ?
Aku datangi yasinan, kau bilang itu tak membawa kebaikan
Aku ikut tarekat sufi, malah kau suruh aku menjauhi
Baiklah...baiklah....
Aku ikut kalian saja :
Kan kupakai celana cingkrang, agar kau senang
Kan kupanjangkan jenggot, agar dikira berbobot
Kan kuhitamkan jidad, agar dikira ahli ijtihad
Aku akan sering menghujat siapapun, biar dikira hebat
Aku akan sering mencela, biar dikira mulia....
Ya sudahlah.....
Rabu, 15 Mei 2013
meraih hakikat tidak lepas dari syariat "jalan"
Menurut Imam al-Jailani seseorang bisa disebut sebagai ahl-al-haq wa al-wusul
hanya jika lahirnya berpegang teguh pada syariat yang benar, baik
perintah maupun larangan dan batinnya senantiasa bertindak sesuai bashirah. Dengan bashirah
itulah ia senantiasa melihat teladannya, yakni Rasulullah saw, sehingga
pada posisinya kemudian, Nabi saw menjadi perantara antara Allah Ta’ala
dengan ruhani serta jasmaninya. Dari keadaan ini ia akan mendapatkan
petunjuk bagi dirinya dan bagi murid-murid yang menempuh jalan spiritual
sehingga mereka melakukan perjalanan spirtualnya tidak dalam keadaan
buta. Pada posisi inilah terdapat tanda-tanda keistimewaan yang hanya
bias ditemukan oleh sedikit orang
Langganan:
Postingan (Atom)