CARA MENAIKKAN KADAR IMAN :
1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits
a. Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan renungkan maknanya.
Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai
kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan
Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu menggetarkan kulit seseorang
yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an mampu
membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari
ketenangan.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS, Shaad 38:29)
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain
kerugian.” (QS, al-Israa’ 17:82)
b. Pelajarilah ilmu mengenai Asma’ul Husna, Sifat-sifat Yang Maha Agung.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha
Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota
tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha
Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari
akhirat sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang
diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak
amal ibadah).
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan
Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya
merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut
dan sabar.
c. Pelajari dengan cermat sejarah (Siroh) kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalaam.
Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah, akan
menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi
keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan
beliau selaku utusan Allah.
Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalaam dan
bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah
saw balik bertanya : “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk
menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah, aku
telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua
itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya
Rasulullah”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasalaam menjawab, “Insya
Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”.
(HR Muslim) Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi Wasalaam. Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah
salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh)
adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasalaam.
d. Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.
e. Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para sahabat Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasalaam, murid-murid para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in)
Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar r.a. pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya. Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.
2. Renungkanlah tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam (ma’rifatullah)
Singkirkan dulu kesombongan akal kita, renungkan secara tulus
bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa
yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan
sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga
struktur pohon dan sel-sel atom.
Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia,
pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang
menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman
kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.
3. Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik secara ikhlas
Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian
terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain
ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan
ini.
a. Amalan Hati
Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu
menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh
takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk
dan sebagainya.
b. Amalan Lidah
Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir,
istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak
orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.
c. Amalan Anggota Tubuh
Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk
bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat
berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).
SEBAB-SEBAB TURUNNYA KADAR IMAN :
Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) :
1. Kebodohan
Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang
berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang
agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya
kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang
mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya.
2. Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan
Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal
duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia
sukai tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat
(dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan
malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa
jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah
hati dan sederhana.
Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan padahal ia tahu hal
itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi
(melalaikan) dirinya sendiri. Allah akan mengunci hatinya dari jalan
yang lurus (al-Kahfi 18:5), dan ia akan menjadi teman syeitan (Thaaha
20:124).
Melupakan kewajiban dan kepatuhan seseorang dalam beribadah berawal dari
sifat lalai atau lemah hatinya. Waktu dan energinya harus didorong agar
diisi lebih banyak dengan perbuatan amal sholeh, kalau tidak maka
kesenangan duniawi akan semakin menguasai dirinya hingga ia semakin jauh
dari ingat (dzikir) kepada Allah.
3. Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh
terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan
secara bertahap, misalnya dimulai dari zinah pandangan mata yang
dianggap dosa kecil kemudian berkembang menjadi zinah tubuh. Dosa-dosa
kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan)
untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Karena itu basmilah dosa-dosa kecil
selagi belum tumbuh menjadi dosa besar.
4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa,
yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan
mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu
melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus
hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi
orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda
Rasulullah, “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada
yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka
tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”. Sifat lalai, tidak
mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara
untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat
rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah)
merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada
dalam tubuh kita.
Sebab-sebab dari luar diri kita (External) :
1. Syaitan
Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak
keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu
mengingat Allah maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam
kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa.
2. Bujukan dan rayuan dunia
Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman : “Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu”. (QS, al-Hadiid 57:20).
Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia
yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, bertemu teman dan keluarga,
seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak
secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang
diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati
sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi)
dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh
maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan
akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi
dimana tujuan dunia menguasai hati kita maka hanya tersisa sedikit porsi
akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita.
3. Pergaulan yang buruk
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu
terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu
sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan
Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk
menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati
kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di
zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi
memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang
sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan
jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia
membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada
diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk
menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak
melakukan sholat.
Menaikkan kadar iman bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena begitu banyak usaha (menuntut ilmu, amalan-amalan) yang harus kita lakukan disamping godaan (syaitan, duniawi) yang akan kita hadapi. Paling tidak kita termasuk orang-orang yang lebih beruntung dibanding orang lain yang belum sempat mengetahui “sebab-sebab naik-turunnya iman” dalam tulisan ini. Mari kita ingatkan teman-teman kita dengan menyebarkan tulisan ini.
Sumber :
1. Sebab-sebab Naik Turunnya Iman, oleh Syaikh Abdur Razzaaq al-Abbaad
2. Asma’ul Husna, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
3. Penawar Hati yang Sakit, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
1. Sebab-sebab Naik Turunnya Iman, oleh Syaikh Abdur Razzaaq al-Abbaad
2. Asma’ul Husna, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
3. Penawar Hati yang Sakit, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar